JABARNEWS.ID | CirebonrayaNews: Puluhan dapur penyedia makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Cirebon terancam tidak boleh beroperasi mulai akhir Oktober 2025.
Ancaman itu muncul karena banyak Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) belum memenuhi syarat wajib operasional, yaitu belum memiliki Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS).
Padahal, pemerintah pusat telah menetapkan batas waktu penerbitan SLHS hingga 30 Oktober 2025 dan hanya tersisa sembilan hari lagi.
Jika sampai tenggat tersebut syarat belum terpenuhi, dapur-dapur MBG itu akan dihentikan sementara operasionalnya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Cirebon, Hendra Nirmala, menjelaskan bahwa hingga saat ini baru 22 dari 48 SPPG yang mengajukan permohonan telah dinyatakan layak dan menerima sertifikat.
Sementara 26 SPPG lainnya masih dalam proses inspeksi oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cirebon.
“Kebijakan ini tindak lanjut dari arahan pemerintah pusat yang menekankan pentingnya standar kebersihan dan keamanan makanan bagi penerima manfaat program nasional,” ujar Hendra usai memimpin rapat evaluasi MBG di ruang Paseban, Setda Kabupaten Cirebon, Selasa (21/10/2025).
Menurut Hendra, SLHS menjadi dokumen wajib yang menunjukkan bahwa dapur MBG telah memenuhi seluruh standar sanitasi, kebersihan, dan keamanan pangan.
Tanpa sertifikat itu, SPPG tidak boleh melanjutkan kegiatan memasak dan mendistribusikan makanan kepada penerima manfaat.
“Kalau sampai tanggal 30 Oktober belum ada SLHS, operasionalnya harus dihentikan sementara,” tegasnya.
Banyak Dapur Belum Penuhi Syarat Teknis
Hendra mengakui, sejumlah dapur MBG belum memenuhi kriteria teknis yang menjadi syarat penerbitan SLHS.
Saat dilakukan inspeksi, tim Dinkes masih menemukan banyak catatan penting, mulai dari bangunan dapur yang belum standar, alat masak non-higienis, hingga instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang belum tersedia.
“Beberapa syaratnya antara lain dapur harus punya IPAL, peralatan masak wajib berbahan stainless steel, tersedia alat penyedot lemak, serta tempat sampah tertutup berlapis plastik,” jelasnya.
Selain faktor teknis, Hendra menyebut kendala biaya menjadi alasan utama lambatnya proses pemenuhan syarat. Banyak pengelola SPPG belum mampu melakukan penyesuaian fasilitas sesuai standar.
Tak hanya itu, Hendra juga menyoroti minimnya komunikasi dengan Koordinator Wilayah (Korwil) dari Badan Gizi Nasional (BGN) yang bertugas di wilayah Cirebon.
Ia menyebut, koordinasi yang tidak berjalan baik menghambat proses pendampingan dan verifikasi di lapangan.
“Korwil BGN seharusnya menjadi penghubung antara pusat dan daerah. Tapi kenyataannya sulit dihubungi, bahkan beberapa kali tidak hadir dalam rapat koordinasi,” ungkapnya.
Meski demikian, Pemkab Cirebon memastikan tidak akan tinggal diam. Pemerintah daerah akan memberikan pendampingan intensif kepada seluruh pengelola dapur MBG agar bisa segera memenuhi persyaratan sertifikasi.
“Program ini menyentuh langsung masyarakat, jadi kami akan bantu secara teknis maupun administrasi supaya tidak ada dapur yang terhenti operasionalnya,” tutur Hendra.
Ia berharap seluruh SPPG segera menyelesaikan perbaikan fasilitas sebelum tenggat waktu berakhir. “Tujuan akhirnya tetap sama, memastikan makanan yang dikonsumsi masyarakat aman, sehat, dan higienis,” tandasnya. (*)







